CERITA
DESA / DUSUN :
desaTawangsariberasaldari
kata "Tawang danNagasari". Sebelum
Tawangsari dibuka sebagai tempat tinggaldan masjid Kyai Abu Mansur menemukan sebuah pohon besar
yang disebut dengan pohon Tawang dan berada (dilingkupiolehpohonNagasari). Akhirnya
setelah pohon Tawang dan pohon Nagasari dapat
ditebang makaja dilah desa yang dinamakan Tawangsari. Sedangkan pohon tawang
yang telah ditebang dibagi menjadi enam potongan untuk dijadikan bedug.Keenam potongan
tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada beberapa masjid yaitu : Masjid Tawangsari, masjid Winong, masjid
Majan, masjid AgungTulungagung, masjid JemekanBotoran, dan
masjidSumberBedugNgadiluweh. Karena jasa-jasa Kyai Abu Mansur dalam mengembangkan
agama Islam, akhimya desaTawangsari mendapat perdikan dari Mataram.
DesaTawangsari
terletak di bagian barat Kabupaten Tulungagung.
Dahulu termasuk daerah berstatus Perdikan Mutihan. Desa tersebut telah menyimpan
sejarah panjang seorang tokoh yang sangat bijaksana atas pertumbuhan dan perkembangan
Kadipaten Ngrowo , sekarang bernama Kabupaten Tulungagung Tokoh tersebut bernama
Kyai Haji Abu Mansur.
KH. Abu Mansur, menurut penelitian Bapak
Kyai Komaruz Zaman, imam masjid
Tawangsari dan masih keturunan KH Abu Mansur, beliau keturunana dipati Cakraningrat
dan Madura yang belajar Agama Islam (
menjadisantri ) kepada Kyai Ageng Muhammad Besari di Tegalsari, Jetis,
Ponorogo. Nama kecil KH Abu Mansur adalah Bagus Qosim. Beliau punya 4 putra yaitu,
Kyai Yusuf ( Martontanuatau Abu Mansur 2, KyaiIlyasWinong, Nyai H. Musin dan Nyai
Jodik Kromo. Kisah Nyai H Muhsin dan Nyai
Jodik Kromo tidak banyak terungkap, karena tidak mewarisi tahta pemeritnahan di
Tawangsari.
Dalam geger pecinan semula Sunan Pakubuwono II ( 1727 –
1749 ) membantu orang-orang cinamelawan VOC. Melihat sikap Pakubuwono II
berbalikke VOC. Mas Garendi ( cucusunan
mas ) dengan di dukung dengan rakyat memberontak dan berhasil menguasai keraton Surakarta, kemudian diangkat menjadi sunan kuning.
Pakubuwono II terpaksa menyingkir mencari perlindungan kepada Kyai Ageng Muhammmad
Besyari di Ponorogo. Dengan mendapat bantuan dari kompeni dan Kyai Ageng dan murid-muridnya
menduduki tahta kembali pada tahun 1668 jawa.
Atas jasanya ikut serta mengembalikan
kedudukan Pakubuwono II menjadi Raja di Surakarta inilah maka Kyai Ageng mendapat
tanah perdikan di Tegal sari, Jetis Ponorogo dan Kyai Abu Mansur mendapat hadiah
tanah perdikan di Tawangsari Tulungagung Tahun 1672 jawa.
Pada waktu sunan Pakubuwono III
memerintah kerajaan Mataram, menggantikan
ayahnya mendapat perlawanan kuat dari pamannya, Pangeran Mangkubumi dan Raden
Mas Said. Karena pemberontakan sulit di padamkan, maka diadakan perjanjian Gianti(
13Pebruari 1755 ) yang salah satu isinya Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Raja di Yogyakarta dengan gelar Sultan
Hamengkubuwono I.
Perjuangan Mangkubumi mendapat tahta
kerajaan di bantu Kyai Ageng Muhammad Besyari, Kyai Ageng dan KH Abu Mansur
sepaham dan menjadi pengikut pangeran Mangkubumi dalam hal melakukan perlawanan
terhadap VOC, karena jasanya membantu pangeran Mangkubumi memperoleh kedudukan sebagai
Raja Kyai Abu Mansur di perkuat kedudukannya sebagai penguasa di Tawangsari dengan
member surat tugas atas nama Pangeran Mangkubumi tahun 1770 M.
Layang kekancingan tersebut aslinya disimpan
olehk yaik omarus zaman, imam masjid Tawangsari sekarang. Ditulis dengan huruf jawa,
tidak distempel dan tidak ditandatangani. Tahun yang tertera di surat tersebut 15 Mulud 1672
menunjukkan tahun jawa.
Sedangkan laying kekancingan dari Pangeran
Mangkubumi kepada KH Abu Mansur sebagai penguat surat dari keraton Surakarta
sebagai berikut :
“
Ingkang dihin salam ing sunmarang siro Abu Mansur.
Pakeniro
ing sunmaringi panguwoso merdika marang siro, yaitu tanah iro sareh iro, kanggo
sakturun-turuniro.
Ingkang
dihin ingsun maringi panguwoso marmane, lan ingsun maringi nawulo ingsun paparentahan
kang mardiko. Sing sopo nora anges tokno, amaido, iku banjur hunjukno marang
ingsun, bakal ingsun palaksono honoalun-aluningsun, sakehing nayokonigsun.
Asma dalem mangkubumi dawuh
pangandiko dalem sinang kalan buto ngerik mongso jalmi”
Surat tersebut ditulis huruf jawa bers
temple merah dan aslinya disimpan oleh keturunan kyai Abu Mansur sekarang .Dalam
buku-buku sejarah disebutkan pangeran Mangkubumi memerintah Kerajaan Yogyakarta
antara tahun 1755 – 1792, maka penafsiran atau sangkalan tersebut lebih tepat menunjukkan
tahu 1770 Masehi, 15 tahun setelah mendapat kedudukan sebagai Hamengkubjuwono
I.
Karena
sebelum mangkubumi menjadi sultan Yogyakarta, Kadipaten Ngrowo dibawah pinpinan
kekuasaan Surakarta. Dengan adanya perjanjian Giantia pembagian wilayah kekuasaan
dan kadipaten Ngrowo menjadi wilayah kekuasaan Yogyakarta.
Ada 2 layang kekancingan yang pernah
diterima Kyai Abu Mansur, atas nama kerajaan Surakarta, Pakubuwono II pada tahun
15 Mulud 1672 dan atas nama pangeran mangkubumi pada tahun 1695 jawa.
Kemungkinan surat pertama diberikan oleh Pakubuwono II menjabat sebagai Raja
sebelum kraton Surakarta dipecah menjadi Kasunan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta. Sedangkan surat kedua diberikan oleh Mangkubumi setelah 15 tahun menjadi
sultan di Yogyakarta.
Dengan adanya perjanjian Gianti tahun
1755 M, wilayah kekuasaan kerajaan Surakarta dibagi atas 2 dasar jumlah penduduk
dan tingkat kesuburan, yaitu kasunan Surakarta mendapat bagian daerah Djogorogo,
Ponorogo separuhnya Pacitan, Kediri, Blitar, Srengat, Lodoyo , Pace, Nganjuk,
Wirosobo, Blora, Banyumas dan Keduang. Jumlah penduduk 85.350 jiwa.
Kesultanan Yogyakarta mendapat bagian
daerah Mediun, Magetan, Caruban, Setengah Pacitan, Kertosono, Ngrowo,
Mojokerto, Bojonegoro, Teras, Keras, Ngawen dan Grobogan. Dan jumlah penduduk 87.000 jiwa.
JASA – JASA KYAI ABU
MANSUR TERHADAP KADIPATEN NGROWO
1. Telah
berdakwah di Kadipaten Ngrowo khusunya Tawangsari, Majan, Winong. Kedesa tersebut
sejak dahulu hingga sekarang dikenal sebagai daerah santri, peninggalan beliau berupa
masjid Tawangsari, Winong, Majan. Sebenarnya di Tawangsari dahulu ada Pondok Pesantren
yang diasuh oleh Kyai Abu Mansur, tetapi keberadaannya tidak ada yang
melanjutkan dan sekarang tidak adalagi.
2. Beliau
melatih ilmu kanuragan kepada masyarakat Tawangsari. Di tahun 60-an desa tersebut
terkenal pencaksilatnya.
3. Didalam
buku“BABAT SEJARAH TULUNGAGUNG”, ketika
Kadipaten Ngrowo hendak membangun alon-alon beliau ikutan didalam pembangunan tersebut,
dahulu tempat itu berupa rawa-rawa, dan air sulit di bending atas jasa Kyai Abu
Mansur air dapat dihentikan dan menjadi alon-alon sekarang.
4. Berhasil
menanamkan jiwa nasional, pada ketiga desa tersebut. Rasa nasionalisme dilandasi
oleh semangat ajaran islam.
1.
Nara Sumber :
Nama : Nur Muslim
Umur : ± 49 tahun
Pekerjaan/Dinas : Kepala Desa Tawangsari Kec.
Kedungwaru Kab.Tulungagung
Alamat
Nara Sumber : Desa Tawangsari Kec.
Kedungwaru Kab.Tulungagung
2.
Nama :
Srianah
Umur : ± 82 tahun
Pekerjaan/Dinas : Istri Mantan Kepala Desa Tawangsari Kec.
Kedungwaru
Kab.Tulungagung
Alamat
Nara Sumber : DesaTawangsari Kec.
Kedungwaru Kab.Tulungagung
BUKTI FISIK PENINGGALAN YANG MASIH ADA :
0 comments:
Post a Comment